-->

Sang Suami Sangat Marah Karena Tidak Dilayani Oleh Istrinya, Semua Terbongkar Setelah Melihat Handphone Sang Istri Ternyata..


Sesungguhnya tanggung jawab pasangan yang telah mendirikan rumah tangga amatlah besar. Si lelaki akan memikul tanggung jawab sebagai suami untuk menghidupi keluarga, kerja siang malam tanpa mengenal lelah. Manakala sang isteri akan meringankan beban suami dengan menjaga anak, melayani suami dan ada juga yang bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga.


Tapi, dalam kesibukan sehari-hari seringkali kita merasa pasangan kita belum menyadari sepenuhnya peranan masing-masing. Sehingga pertengkaran-pertengkaran kecil sering terjadi. Seperti kisah ini, seorang suami merasa ragu dengan isterinya manakala tidak mendapatkan pelayanan seperti biasa saat ia pulang kerja. 

Saat hari menjelang siang, istri saya mengirimkan pesan, menanyakan saya sudah makan siang atau belum. Dan jawaban saya biasanya sama, "Ayah tidak makan, tadi sarapan kekenyangan". Dari jawaban itu saya sebenarnya berharap dia akan masak di rumah, karena saya tidak makan siang pasti akan kelaparan saat pulang.

Malampun tiba, dan saya pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan tadi saya sudah berharap makanan istri dapat mengobati perasaan lelah setelah bekerja di kantor seharian. Namun apa yang saya temukan di meja makan tidaklah sesuai harapan, nasi masih tidak terhidang. Laukpun masih di dalam periuk. Tidak ada minuman hangat yang bisa menyegarkan badan.

Dulu ia tidak pernah seperti ini. Tapi sekarang, hmm.., entahlah. Tak ingin bertengkar, sayapun menyendok nasi sendiri, mengambil lauk dan sayuran yang sudah ia siapkan dari dapur dan membuat teh panas.

Saat selesai makan, saya menemuinya sedang tiduran di sofa. Lalu saya menegurnya,

"Bunda, Ayah mau bertanya.."
"Ya Ayah, ada apa?"
"Seingat Ayah tadi Bunda bertanya apakah Bunda sudah makan atau belum tengah hari tadi. Tapi saat Ayah sampai di rumah, bunda tidak menyiapkan hidangan di meja makan untuk Ayah. Ayah sudah lelah saat pulang kerja, sepatutnya tolonglah sendokkan nasi, siapkan lauknya dan buatkan minum hangat untuk ayah.."
Dia hanya tunduk. Wajahnya tampak sedih. Dan beberapa saat kemudian dengan mata yang berkaca-kaca ia meminta maaf, ia merasa bersalah karena tak melakukan kewajiban seorang istri yang baik. Besok ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Malam itu, ia tidur lebih awal. Kepalanya terasa berat katanya. Sementara saya masih belum mengantuk. Iseng-iseng saya bermain-main di ponsel istri saya. Tiba-tiba saya penasaran apa saja yang istri lakukan dengan ponselnya, apakah ia terlalu sibuk chatting sehingga melupakan kewajibannya? Saya lalu memeriksa aplikasi chat miliknya, tampak hanya ada satu percakapan aktif, yaitu dengan saya. Ya Allah, saya sudah salah menduganya. Hati sayapun tergerak untuk melihat kembali percakapan saya dan istri saya.

Satu persatu saya baca kembali pesan-pesan yang ia kirimkan. Mungkin Allah akan menyadarkan bahwa saya salah dalam 'menghukum' istri, Allah memperlihatkan kembali pesan istri saya sebelum siang itu. Isinya seperti ini:

"Ayah.. Anak-anak bandel nih, keduanya tidak mau mandi, bunda harus mengejar mereka kesana-sini. Kalau sempat ntar bunda masak buat ayah ya.."

"Ayah.. Lengan kanan bunda kok sakit sekali ya. Diangkat saja tidak bisa. Dari semalam seperti ini. Salah tidur mungkin.."

"Ayah.. Kepala bunda berdenyut. Mungkin karena kurang tidur"

"Ayah.. Kakak menangis karena digigit adik kakak, lalu kakak menarik rambut adik hingga ikut menangis. Haduh.. pusing deh.."

"Ayah.. selepas mencuci dan menjemur baju nanti bunda akan memasak untuk ayah.."

"Ayah.. kalau ayah suka, sore ini tolong belikan susu kental ya. Bunda mau buatin puding buat ayah.."

"Ayah.. InsyaAllah Bunda masakkan kari untuk Ayah pulang nanti. Sekarang sedang nemenin anak-anak mewarna.."

Allahurabbi... Kenapa saya menjadi buta seperti ini. Bukankah sebelum itu ia sudah menceritakan kepadaku betapa ia sibuk mengurus rumah dan anak-anak. Tapi sesibuk-sibuknyapun, ia masih bisa memperhatikanku di kantor bahkan memasak makanan kesukaanku.

"Ya Allah, maafkanlah saya dan rahmatilah dia.."

Dalam hangatnya air mata yang menetes di pipi, aku mencium dahinya dan mengirimkan sebuah pesan:

"Terima kasih sayang, maafkanlah Ayah"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel