Kisah Seorang Anak Hafalkan Al-Quran Demi Kemuliaan Orangtua mMembuatuat Semua Jamaah Menangis
Ini kisah yang sangat menggugah hati. Kisah yang disebut nyata ini diceritakan oleh pengguna facebook dari ceramah seorang khatib salat Jumat di Graha CIMB Niaga, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.
Ceramah itu tentang seseorang anak berusia 10 tahun, bernama Umar, dan ayah yang merupakan pengusaha sukses di Jakarta. Kisah ini membuat banyak jamaah salat Jumat bersedu-sedan.
Oleh orangtuanya, Umar disekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta.Sang ayah berfikir bahwa sang anak harus mendapat pendidikan yang terbaik dan kelak harus sukses mengikuti jejaknya.
Suatu hari, istri pengusaha itu memberi tahu suaminya, bahwa sekolah Umar mengadakan Father’s Day. Dan meminta suaminya datang ke sekolah anaknya. Namun sang ayah menolak.
“ Waduh saya sibuk ma, kamu saja yang datang,” kata sang suami. Sang ayah memang sangat sibuk dengan bisnisnya, sehingga menganggap acara seperti itu kurang penting.
Namun sang istri marah. Sebab sudah berbagai kesempatan dilewatkan suaminya. Sehingga kali ini dia memaksa agar sang suami mau datang ke sekolah Umar untuk acara Father’s Day itu.
Sang ayah pun mau datang. Meski dengan ogah-ogahan. Dia tak antusias. Saat ayah-ayah lain berebut kursi paling depan agar bisa melihat anak mereka dengan lebih dekat, ayah Umar malah duduk di belakang.
Atu persatu anak-anak di sekolah itu unjuk kebolehan di atas panggung, disaksikan ayah mereka. Mereka membacakan puisi, menyanyi, menari, dan sebagainya. Kini, giliran Umar. Dia bertanya kepada sang guru untuk memanggilkan ustaz di sekolah itu.
“ Miss, bolehkah saya panggil Pak Arief?” tanya Umar kepada gurunya. Pak Arief adalah guru ekstrakurikuler mengaji di sekolah itu. Pak Arief pun dipanggil untuk naik ke atas panggung.
“ Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’),” begitu Umar minta kepada guru ngajinya. “ Tentu saja boleh nak,” jawab Pak Arief.
“ Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah.” Lalu Umar mulai melantunkan Surat An-Naba’ tanpa membaca mushafnya alias hafalan. Dengan lantunan irama yang persis seperti bacaan Imam Besar Masjidil Haram, Syaikh Sudais.
Semua hadirin diam. Terpaku mendengarkan bacaan Umar yang mendayu-dayu, termasuk ayahnya yang duduk di belakang. “ Stop.. kamu telah selesai membaca ayat 1 sampai dengan 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9,” kata Pak Arief memotong bacaan Umar.
Umar lantas membaca ayat 9 yang diminta Pak Arief. Setelah ayat 9 dibaca, Pak Arief kembali memintanya berhenti dan membaca ayat ke-21 kemudian ayat ke-33. “ Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir),” kata Pak Arief. Umar pun membaca ayat ke-40 tersebut sampai selesai.
“ Subhanallah, kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak,” demikian teriak Pak Arief sambil mengucurkan air matanya. Para hadirin yang muslim pun tak kuasa menahan airmata.
Lalu pak Arief bertanya kepada Umar, “ Kenapa kamu memilih menghafal Alquran dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yang lain?”
Mendapat pertanyaan itu, Umar mengutip hadis Nabi Muhammad yang pernah disampaikan Arief kepadanya, bahwa barang siapa membaca Alquran akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Kepada orangtuanya akan dipakaikan jubah karena memerintahkan anaknya untuk mengaji.
“ Pak guru, saya ingin mempersembahkan “ Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akhirat kelak. Sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orangnya,” tambah Umar.
Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut. Di tengah suasana hening itulah, tiba-tiba terdengan teriakan “ Allahu Akbar!” Seseorang lari dari belakang menuju ke panggung.
Sumber
Sang ayah pun mau datang. Meski dengan ogah-ogahan. Dia tak antusias. Saat ayah-ayah lain berebut kursi paling depan agar bisa melihat anak mereka dengan lebih dekat, ayah Umar malah duduk di belakang.
Atu persatu anak-anak di sekolah itu unjuk kebolehan di atas panggung, disaksikan ayah mereka. Mereka membacakan puisi, menyanyi, menari, dan sebagainya. Kini, giliran Umar. Dia bertanya kepada sang guru untuk memanggilkan ustaz di sekolah itu.
“ Miss, bolehkah saya panggil Pak Arief?” tanya Umar kepada gurunya. Pak Arief adalah guru ekstrakurikuler mengaji di sekolah itu. Pak Arief pun dipanggil untuk naik ke atas panggung.
“ Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’),” begitu Umar minta kepada guru ngajinya. “ Tentu saja boleh nak,” jawab Pak Arief.
“ Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah.” Lalu Umar mulai melantunkan Surat An-Naba’ tanpa membaca mushafnya alias hafalan. Dengan lantunan irama yang persis seperti bacaan Imam Besar Masjidil Haram, Syaikh Sudais.
Semua hadirin diam. Terpaku mendengarkan bacaan Umar yang mendayu-dayu, termasuk ayahnya yang duduk di belakang. “ Stop.. kamu telah selesai membaca ayat 1 sampai dengan 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9,” kata Pak Arief memotong bacaan Umar.
Umar lantas membaca ayat 9 yang diminta Pak Arief. Setelah ayat 9 dibaca, Pak Arief kembali memintanya berhenti dan membaca ayat ke-21 kemudian ayat ke-33. “ Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir),” kata Pak Arief. Umar pun membaca ayat ke-40 tersebut sampai selesai.
“ Subhanallah, kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak,” demikian teriak Pak Arief sambil mengucurkan air matanya. Para hadirin yang muslim pun tak kuasa menahan airmata.
Lalu pak Arief bertanya kepada Umar, “ Kenapa kamu memilih menghafal Alquran dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yang lain?”
Mendapat pertanyaan itu, Umar mengutip hadis Nabi Muhammad yang pernah disampaikan Arief kepadanya, bahwa barang siapa membaca Alquran akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Kepada orangtuanya akan dipakaikan jubah karena memerintahkan anaknya untuk mengaji.
“ Pak guru, saya ingin mempersembahkan “ Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akhirat kelak. Sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orangnya,” tambah Umar.
Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut. Di tengah suasana hening itulah, tiba-tiba terdengan teriakan “ Allahu Akbar!” Seseorang lari dari belakang menuju ke panggung.
Sumber