Kabar Gembira! Warga Tetap Bisa Terima BLT Walau Tak Punya NIK
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengungkapkan pihaknya tidak bakal mempersulit mekanisme penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa untuk masyarakat yang terdampak covid-19.
Ia berharap dengan begitu tidak ada overlapping atau tumpang tindih praktek di lapangannya. Meskipun pemberian BLT dana desa ini ada ketentuan maksimalnya bukan berarti tidak bisa dikembangkan.
“Misalnya satu desa yang terdampak banyak masih bisa diperluas lagi yang terpenting ada persetujuan dari Bupati atau Walikota. Untuk memastikan kalau data-data itu valid yang benar-benar membutuhkan, sisi kemanusiaan harus di kedepankan,” ujarnya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak memberikan aturan atau kebijakan dalam menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan BLT, melainkan penentuan itu diserahkan langsung kepada pihak Kepala Desa yang kemudian di data oleh masing-masing RT setempat.
“Kita juga memberikan ruang kepada kepala desa untuk memutuskan siapa saja yang layak mendapatkan BLT,” ujarnya dikutip dari liputan6.
Dia yakin dengan mempercayakan langsung kepada perangkat desa seperti, kepala desa, RW, RT, karang taruna, tokoh masyarakat dan lainnya, tidak akan terjadi tumpang tindih, karena mereka sendirilah yang lebih paham dan mengenal warga-warganya.
Sehingga tahu siapa saja yang berhak mendapatkan BLT, namun dirinya menegaskan kembali kalau yang paling berhak itu adalah warga yang kehilangan mata pencahariannya akibat dampak covid-19.
Tidak Ada Kriteria Tertentu
Sementara itu, pihaknya juga tidak menggunakan kriteria-kriteria tertentu untuk memutuskan warga miskin seperti apa yang layak mendapatkan BLT.
“Kita tidak menggunakan 14 kriteria maupun 9 kriteria, miskin yang dimaksud di sini adalah ukuran kehilangan mata pencaharian itu yang utama, kemudian dikonsultasikan dengan data terpadu sosial, kalau nama dia belum tercantum, jelas dia akan mendapat bantuan,” ujarnya.
Yang layak menurut Abdul misalnya supir yang kehilangan pekerjaan, tukang-tukang, seperti pedagang baso, tukang kuli, dan sebagainya. Itu semua kehilangan mata pencaharian sehingga mereka berhak mendapat dana desa.
“Ukuran utamanya adalah kehilangan mata pencaharian,” serunya.
Ia juga menghimbau kepada Kepala Desa yang hendak melakukan pengambilan dana ke bank untuk berkoordinasi dengan pihak aparat setempat, supaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.